Beranda

Minggu, 30 September 2012

Kemana kau simpan jubah supermenmu itu sekarang?

Samapai sekarang jujur diri ini masih sering bertanya-tanya. Apa yang salah dengan sikap ku terhadap teman yang sangat aku sayangi disana. Entah kenapa 3 bulan terakhir dia mulai mengabaikan ku. Bahkan semapat berniat menusuhiku. Jika seorang teman peduli pada saudara seimannya salah kah itu?
Aku menjagamu tak akan seintensif kedua malaikat dikanan kirimu, aku dekat denganmu tak akan sedekat pengawasan Allah terhadapmu.
Jadi benarkah karna keegoannku yang kadang sering acuh jika kau bercerita tentang kisah cintamu yang membuatmu kesal denganku? Benarkah karena teguran-teguran kecil dariku yang membuatmu mengahpusku dari daftar pertemanan mu? Padahal ingatkah kau saudariku? Dulu kau sendiri yang memintaku untuk terus menyemangatimu dari belakang, kau sendiri yang memintaku untuk terus mengingatkanmu jika kau mulai lupa tentang aturan-aturan Allah. Dan kau sendiri yang memintaku untuk tidak bosan menanyai keadaanmu atau sekedar saling tegur di jejaring social atau sms. Namun saat ini kurasa ada yang salah denganmu. Sekarang kau malah mengacuhkan ku dan memilih berbabagi cerita dengan teman yang memiliki nasib denganmu. Kau malah mengacuhakan semua sapaanku terhadapmu. Dan yang paling membuatku mersa bersalah, sekarang kau benar-benar memilih meninggalkan “jubah supermen” mu itu. Padahal saudariku, tak sadarkah kau? Kau sangat anggun dengan jjubah itu. Kau sangat menggambarkan identitas kemuslimanmu dengan jubah itu. Tak ingatkah kau dulu menggebu-menggebu untuk sama-sama berjihad melawan hawa nafsu yang sering melonjak tidak pada tempatnya. Kita saling mengingatkan satu sama lain. Kau menangis padaku, tiap hari kau rajin bercerita tentang kehidupanmu padaku. Dan itulah yang membuatku bertekat untuk terus beristiqamah agar di saat kau butuh pengingat aku siap mengingatkanmu. Aku tahu, aku juga manusia yang tak luput dari yang namanya kelabilan jiwa dan iman.
 Namun, aku yakin dengan tetap menjaga silaturrahim dengan orang-orang berilmu insyaAllah kita tak akan terlempar jauh dari zona hilangnya hidayah. Dan aku sadar tentang kewajiban muslim terhadap muslim lainnya. Aku hanya takut di akhirat nanti kau mencegatku karena aku meninggalkanmu. Aku hanya takut kelalaianku terhadapmu membuatmu membenciku. Aku tahu kau bukanlah orang yang tak berilmu, jadi kau pasti tahu lantaran lunturnya iman seseorang karna apa, dan kau pasti tahu kewajiban seorang muslimah itu seperi apa. Mungkin saat ini kau sedang lupa, mungkin kau sekarang sedang ingin bermain dengan imajinasimu. Tapi aku berharap jangan lama-lama ya saudariku. Walaupun saat ini kau sedang marah padaku, aku berharap kau tak akan lama memutus tali silaturrahim ini. Dan semoga kau cepat merangkul kembali hidayah yang sempat kau lepas ini. Saudariku ambillah kembali jubahmu itu dan marilah kita berjuang besama-sama untuk mencapai manisnya iman dan nikmatnya keistiqomahan. Dengan yakin aku berkata “tak ada niat sedikitpun dariku menjahuimu.”

Sabtu, 29 September 2012

Jurusanku MANAJEMEN bukan NERAKAmen……..

Mahasiswi Manajemen , ya itulah status resmiku sekarang. Aku memilih jurusan ini awalnya memang karena tertarik pada kata “manajemen”. Menurutku akan sangat keren jika aku menyandang gelar mahasiswi manajemen. Dari situlah aku bertekat untuk melanjutkan kuliahku dan memilih manajemen sebagai jurusnku. Seleksi masuk perguruan tinggi ku ikuti dengan bermodal beasiswa untuk orang tidak mampu. Dan Alhamdulillah aku lolos. Disinilah aku mulai berpikir tentang jurusan ku ini. Mungkin benar karena aku bersal dari SMA kabupaten (pamekasan, Madura) aku terlalu polos untuk membayangkan seperti apakah kehidupan yang akan aku lalui menjadi mahasiswi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Aku tak pernah tahu bagaiamana belajar ilmu ini, bagaimana aku beradaptasi dari jurusan IPA dan berbelok ke ilmu social, bahkan bagaimana pergaulan disanapun aku tak tahu. Yang aku yakin , Allah tak akan menjerumuskan makhluknya yang berniat untuk mencari ilmuNya. Dan karena aku memilih jurusan ini dengan meminta izin pada Allah (istokharoh) serta pada kedua orang tuaku dengan yakin aku berangkat menuju kampus yang Allah takdirkan untukku (kota hujan).
Setelah berjalan satu semester disana aku tahu seperti apa jurusanku ini. Anehnya Fakultas yang katanya keren ini banyak mendapat sorotan dari fakultas fakultas lain di kampusku. Sorotannya bukan hal positif kami, tapi malah selentingan selentingan negative tentang kami yang mereka bicarakan. Mulai dari memplesatkan nama fakultas, sampai menjudge fakultas kami sebagai fakultas ter-seleb di kampus. FEM ( Fakultas Entertaiment and modeling), inilah yang aku tahu dari sekian julukan negative untuk fakultasku. Setiap julukan yang ada pastilah ada sebabnya, aku sendiri mengakui bagaimana pergaulan dan cara berpakaian teman satu fakultasku. Mereka yang banyak berasal dari jabodetabek, dan mereka yang banyak berasal dari keluarga yang mampu tidak heran jika kehidupan metropolis sangat identik dengan mereka. Dilihat dari cara berpakaian teman temanku sudah bisa dibandingkan dengan teman ku dari fakultas lainnya. FEM yang modis, FEM yang gaul. Yah mereka bangga dengan julukan tersebut, tidak dengan aku.
Aku yang Alhamdulillah menyadari fitrah, aku yang bersala dari kampung, dan aku yang kuliah bermodal beasiswa sangat sangat sulit berdaptasi dengan mereka. Sampai pada saat aku menginjak semester 3, aku mulai resah dengan adaptasi adaptasi yang terjadi dalam kelasku. Disana banyak sekali orang-orang modis yang sangat senang unjuk penampilan. Mulai dari mahisiswa non islam sampai yang satu agama denganku bercampur disana. Baju kuliah yang sengaja dimasukkan kedalam celana, kerudung ala hijaber yang melilit melilit di kepala menjadi kebanggaan disana. Mungkin memang agamaku menegaskan dalam al-Qur’an (al-kafirun : 6) namun yang membuat ku dilemma disana adalah minimnya teman yang sama denganku.
Terkadang rasa takut terbawa arus itu muncul, namun aku yakinkan diri ini untuk tidak banyak berinteraksi dengan mereka. Dari sekian banyak aturan aturan yang di buat kakak tingkat, akulah adik tingkat yang berani melanggar aturan itu. Mulai dari aturan bagaimana bergaul dengan lawan jenis yang tak perlu mempedulikan hijab, hingga cara berpakaian yang ku sebut sebagai ajang pemboyongan masuk neraka. aku memberanikan melanggar itu semua.
Salah satu teman ku menegur sifat angkuh ku ini, dia menegaskan bahwa kita adik tingkat harus patuh dan kompak pada atasan. Dan memboyong pedoman bahwa aturan itu dibuat untuk di patuhi bukan untuk di langgar. Dengan santai aku menjawab teguran temanku, aturan di buat memang untuk di patuhi. Namun kita juga harus pinter memilah peraturan seperti apa itu, jika peraturan itu melanggar peraturan yang sudah ada untuk apa kita patuhi. Peraturan dari agamaku jelas tetap menjadi priotasku. Melihat pergaulan dalam jurusan ku membuatku berfikir, apakah satu kelas ini akan terseret pada neraka mu ya Allah?
 Pernah dalam suatu acara yang di buat kakak tingkat untuk kami, membuatku lebih yakin kalau acara ini memanglah tidak layak untuk ku hadiri. Karena disana kita di suruh memakai gaun pesta. Mungkin memang benar dalam simulasi yang beredar aturan gaunnya harus sopan dan di bawah lutut. Namun apa yang terjadi? Diruangan itu hampir semua yang datang berpakain ala artis holiwood. Memakai dres di atas lutut, dan dres menutupi litut namun pamer leher dan punggung. Sungguh pada malam itu ingin rasanya aku berteriak, TEMPAT APA INI? Dengan rasa tak berdosa mereka berlenggak lenggok pamer aurat dan bergandengan tangan dengan lawan jenis membuatku semakin panas dingin dan ingin cepat cepat keluar dari ruangan mistis itu. Mengingat aku sendiri yang merasakan hal itu jelaslah aku tak bisa berbuat apa-apa kecuali istighfar yang tak henti ku ucapkan.
Dari sinilah aku berhusnuzdon pada Allah, mungkin dari sinilah aku bisa meraih ladang amal. Dari sinilah aku berkewajiban menuntut ilmu Allah dengan kekuatan iman agar tidak terseret pada gemerlap dunia, dan dari sinilah aku mengajak temanku untuk kembali pada fitrahmya. Perjuangan yang cukup keras, inilah yang kurasa selama aku berkumpul dengan teman-teman manajemenku. Dan berharap aku dan segelintir teman yang saat ini sudah menyadari fitrahnya makin memperkuat iman dan jangan sampai mengurangi jumlah yang positif dan menambah jumlah orang yang negative.

 “Yaamuqallibal qulub, tsabbit qalbii ‘alaadiinik. (wahai dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku dalam agamaMu”(HR.AT-TIRMIDZI DAN AHMAD )

Iman ku yang fluktuatif

Aku,
Salah satu muslimah yang hingga detik ini sangat sangat bersyukur kepada Sang pemberi takdir. Dia yang Maha Esa, Maha Kuasa dan Maha Segalanya telah menetapkan / menakdirkan ku lahir dari orang tua Muslim. Bersyukur karena Dia telah menarikku dari masa jahiliah seorang muslim menuju makhluk yang bersemangat mencari ilmu-Nya, dan memeberiku kesempatan menikmati indahnya hidayah dan manisnya iman.
Aku,
Makhluk-Nya yang selalu berangan dan berusaha untuk menjadi manusia yang hidup sesuai fitrahnya. Makhluk-Nya yang sangat merindukan ke istiqamahan . Dan makhluk-Nya yang masih sering labil dalam hal kehidupan dan keimanan.
Istiqamah adalah saat hati ini berkata “ sudahlah, aku lelah”. Tapi kita tetap bertahan dengan semua sisa tangan kita, tak berhenti bergerak dan melawan bisikan halus si setan baik dalam keadaan ringan maupun berat. Yah, itulah makna istiqamah yang aku tangkap.
Namun, ironisnya istiqamah sendiri bagiku masih sangat jauh dari genggaman. Mengingat amalan wajibku yang masih ku kerjakan dengan se enaknya, dan kelalaian ku terhadap sunnah-Nya. Sebagai seorang muslim ini patut dan wajib menjadi koreksi untuk tanggung jawab terhadap Sang Pemilik. Keimanan seseorang memanglah sangat fluktuatif, mungkin dalam waktu seminggu kita sangat rajin melaksanakan semua kewajiban dan amalan sunnah. Dan dalam minggu selanjutnya kita malah sering lalai terhadap itu semua. Disaat kita menyadari tentang kelalaian tugas kita, masihkah kita berpura-pura tak berdosa? Pantaskah kita menyepelekan dan mencari berbagai alibi untuk mebenarkan alasan kita yang lalai karena kesibukan duniawi? Karena aku orang beriman, jelaslah aku jawab “TIDAK”.
Rasa tak tenang sering kali muncul saat menyadari kelalaian ku terhadap kewajiban, dan maksiat yang masih bertebaran dimana-mana. Turunnya iman seseorang pastilah ada sebabnya. Dan aku berharap perbaikan diri akan terus kulakukan sampai istiqamah itu ku jaga.
Karena disaat hidayah sudah ditangan, tugas kita adalah meperjuangkannya dan menjaganya dengan baik. Tatkala Allah SWT memberi hidayah kepada seseorang, Ia mudahkan orang itu untuk melakukan kebenaran. Dan manusia yang berakal pasti mengerti janji dan ancaman Allah SWT, paham balasan dalam melaksanakan perintah dan larangannya, serta paham akan hukum dan kewajibannya.
Maka di saat iman kita turun kewajiban kita adalah mengoreksi kembali bagaimana kita pergunakan waktu yang Allah berikan, dan bagaimana kita menjaga hidayah yang Allah amanahkan kepada kita.

“wahai anak Adam, semua kalian sesat kecuali orang yang ku beri hidayah. Maka mintalah hidayah kepada-Ku, niscaya Aku beri hidayah.” (HR. AL-BUKHARI DAN MUSLIM)

Bekal Takwa

تَزَوَّدْ مِنَ التَّقْوَى فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي*** إِذَا جَنَّ لَيْلٌ هَلْ تَعِيْشُ إِلَى الْفَجْرِ
 Berbekallah ketakwaan karena sesungguhnya engkau tidak tahu… Jika malam telah tiba apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari
وَكَمْ مِنْ صَحِيْحٍ مَاتَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ *** وَكَمْ مِنْ عَلِيْلٍ عَاشَ حِيْناً مِنَ الدَّهْرِ
 Betapa banyak orang yang sehat kemudian meninggal tanpa didahului sakit… Dan betapa banyak orang yang sakit yang masih bisa hidup beberapa lama
فَكَمْ مِنْ فَتًى أَمْسَى وَأَصْبَحَ ضَاحِكًا *** وَقَدْ نُسِجَتْ أَكْفَانُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِِي
 Betapa banyak pemuda yang tertawa di pagi dan petang hari Padahal kafan mereka sedang ditenun dalam keadaan mereka tidak sadar
وَكَمْ مِنْ صِغَارٍيُرْتَجَى طُوْلُ عُمْرِهِمْ *** وَقَدْ أُدْخِلَتْ أَجْسَامُهُمْ ظُلْمَةَ الْقَبْرِ
Betapa banyak anak-anak yang diharapkan panjang umur… Padahal tubuh mereka telah dimasukkan dalam kegelapan kuburan
وَكَمْ مِنْ عَرُوْسٍ زَيَّنُوْهَا لِزَوْجِهَا *** وَقَدْ قُبِضَتْ أَرْوَاحُهُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
Betapa banyak mempelai wanita yang dirias untuk dipersembahkan kepada mempelai lelaki… Padahal ruh mereka telah dicabut tatkala di malam lailatul qodar
artikel penyejuk hati => http://firanda.com/index.php/artikel/penyejuk-hati